Belajar Ikhlas dari Hafalan Shalat Delisa

Judul Film : Hafalan Shalat Delisa
Sutradara : Sony Gaokasak
Bintang : Nirina Zubir, Reza Rahadian, Chantiq Schagerl, Mike Lewis
Rated : ***
Pagi hari dalam sebuah ruang sekolah di Lhok Nga, desa kecil di Pantai Aceh pada 26 Desember 2004 Delisa (Chantiq Schagerl) berupaya khusyu menjalankan praktek Shalat di depan Ustad Rahman, Ustazah Nur yang mengujinya. Ibunya, Ummi Salamah (Nirina Zubir), bersama berapa ibu lainnya menyaksikan dari luar jendela. Ucapan Sang Ustad sebelumnya agar dia tetap fokus pada shalat apa pun yang terjadi di sekelilingnya benar-benar ditaati gadis kecil itu. Termasuk juga gempa yang mengguncang dan plafon atap mulai berjatuhan. Bahkan ketika Ustad Rahman dan guru penguji lain lari keluar dan teriakan panik Umminya tidak membuatnya beranjak. Dia tetap membaca doa shalat yang dihafalnya. Air bah Tsunami pun meluluhlantakan tempat itu dan menenggelamkan Delisa.
Scene yang dahsyat dari film Hafalan Shalat Delisa- jangan bandingkan dengan teknologi 3D film Amerika untuk mendeskripsikan Tsunami-membuat saya terhenyak. Seandainya saja saya yang shalat pada saat terjadi bencana apakah saya akan lari atau tetap shalat dengan resiko mati dalam keadaan shalat sulit dibayangkan. Film ini memang berlatar belakang bencana Tsunami yang melanda Aceh dan berbagai tempat di Asia Tenggara ini menewaskan ratusan ribu jiwa dan meninggalkan duka yang mendalam.
Film ini dibuka dengan beberapa adegan manis dua hari sebelum malapetaka itu.Delisa tinggal bersama Ummi dan tiga kakak-kakaknya Fatimah (Ghina Salsabila), dan si kembar Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra (Riska Tania Apriadi) . Abi Usman, ayahnya (Reza Rahadian) pekerja di sbeuah kapal tangker asing nun jauh dari tempat tinggal mereka. Delisa digambarkan sulit melakukan hafalan shalat, dibangunkan shalat subuh juga susah. Ummi-nya sampai menjanjikan sebuah kalung berhuruf D yang dibeli dari Toko Koh Acan (dimainkan dengan menarik oleh Joe P Project) jika Delisa lulush ujian praktek shalat. Seperti anak-anak kecil umumnya, Delisa senang bermain, dia ingin belajar bersepeda dari Tiur, bermain bola dengan Umam. Saya suka dengan akting Nirina Zubir yang mampu menghidupkan spontanitas seorang ibu ketika Aisyah cemberu pada Delisa atau Delisa lagi sedih, menjadi imam shalat. Awalnya akting anak-anak ini agak kaku, namun Nirina mampu membuat suasana hidup. Segmen ini milik Nirina.
Setelah tsunami menghantam Delisa diselamatkan seorang ranger (tentara) Amerika Serikat bernama Smith (Mike Lewis). Sayang kakinya harus diamputasi. Dia juga dikenalkan dengan Sophie relawan asing lainnya yang bersimpati pada Delisa. Delisa tahu bahwa ketiga kakaknya sudah pergi ke surga, juga Tiur dan ibunya, juga ustazah Nur semua digambarkan dengan surrealis melintas sebuah gerbang di lepas pantai menunju negeri dengan mesjid yang indah. Namun keberadaan ummi-nya maish misteri. Melihat keaadannya Smith ingin mengadopsi Delisa karena ia ingat putrinya yang mati dalam kecelakaan bersama ibunya. Namun kemudian Abi-nya datang. Dia kemudian harus membangun hidupnya kembali bersama putrinya sebagai single parent.
Hafalan Shalat Delisa tidak terjebak dengan melodrama yang klise. Ada kesedihan yang membuat air mata keluar, Tetapi hidup tetap harus berjalan. Delisa dengan kakki satu berupaya tegar termausk juag membangkitkan semangat Umam yang remuk dengan bermain bola. Termasuk juga memberi inspirasi pada Ustad Rahman yang sempat patah semangat. Percakapan Ustad Rahman denegan Sophie di kamp pengungsi menjadi adegan menyentuh lainnya. Mengapa Allah menurunkan bencana ini? Kira-kira demikian keluh ustad itu. Sophie menjawab: Coba tanya Delisa? Dia kehilangan tiga kakaknya, ibunya, sebelah kakinya, tetapi dia ingin main bola?
Pada segmen ini akting Chantiq Schagerl memukau. Aktingnya mengingatkan pada Gina Novalista dalam Mirror Never Lies yang menjaid nominasi artis terbaik FFI 2011. Dia mampu mengimbangi akting Reza Rahadian yang memang gemilang sebagai seorang ayah yang sempat remuk hatinya. Scene ketika dia membawa Delisa di reruntuhan rumah mereka sangat menggigit. “Abi akan bangun rumah kita lagi!” Adegan ketika Usman gagal membuat nasi goreng yang seenak buatan Ummi juga menarik betapa susahnya menjadi single parent bagi soerang laki-laki. Termasuk ketika air mata saya tidak bisa dibendung lagi ketika ada adegan Delisa memeluk ayahnya. “Delisa cinta Abi karena Allah!”
Kehadiran Koh Acan juga menghidupkan suasana menjadi human interest dalam film ini. Ketika dia menawarkan bakmi buatannya pada Delisa di kamp pengungsian memberikan kesegaran. Begitu juga dia menengok Delisa yang sakit karena kehujanan. Tentunya membawakan bakmi kesukaannya. Film ini menuju sebuah ending apakah umminya selamat atau setidaknya ditemukan tubuhnya, juga begitu menggetarkan. Namun apa pun itu Delisa digambarkan sosok yang ikhlas. Seperti dia ucapkan pada ayahnya. Delisa cinta Ummi karena Allah. Tentunya dia juga bertekad menuaikan janjinya menyelesaikan hafalan shalatnya. Delisa Shalat bukan demi kalung, tetapi ingin shalat yang benar.
Film yang diangkat dari novel laris karya Tere Liye merupakan film akhir tahun dan sekaligus juga film menyambut awal tahun 2012 yang manis. Pas diputar menyambut peringatan tsunami sekaligus juga hari ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar